Sumpah Pemuda 1928 merupakan hasil dari perjuangan pemuda-pemuda bangsa untuk melepaskan diri dari penjajahan belanda, oleh karena itu kita sebagai pemuda penerus bangsa harus melanjutkan perjuangan itu. Sehingga OSIS SMANSA GIBES 2010 berinisiatif mengadakan acara BULAN BAHASA yang akan dilaksanakan pada 28 oktober 2010 dengan susunan sebagai berikut:
1. Upacara Sumpah Pemuda ( 7.15 s/d selesai upacara)
Kawan-kawan siswa-siswi SMAN 1 Terbanggi Besar diharapkan memakai pakaian abu-abu putih lengkap dengan atribut upacara. Karena akan diadakan upacara khas Sumpah Pemuda.
2. Pengisian waktu oleh guru (selesai upacara s/d 09.00)
Seusai upacara kawan-kawan masuk kedalam kelas karena akan diisi wali kelas untuk memberikan pengarahan untuk persiapan lomba-lomba.
3. Acara Inti Lomba-Lomba ( 09.00 s/d selesai)
a. Berbalas Pantun
Tempat lomba : Aula
Waktu lomba bagi tiap kelas adalah 15 menit, dengan sistem satu kelas melawan kelas yang lain. Bagi kelas yang tidak dapat menjawab pantun maka kelas itu dinyatakan kalah oleh juri.
b. KREMANSA (kreasi mading anak smansa)
Tempat lomba : Sekitar Lapangan Basket
Waktu lomba adalah 90 menit, satu kelas mengirimkan 5 orang wakil.
c. Membaca Puisi
Tempat lomba : XI Sos 1
Membaca puisi dapat dilakukan dengan hanya membaca saja ataupun tanpa teks (Perseorangan), dapat pula diiringi musik (kelompok). Jadi tiap kelas bisa mengirimkan wakil perseorangan saja ataupun berkelompok untuk menampilkan 1 puisi. Puisi dapat dipilih oleh peserta dari 5 puisi yang ditentukan panitia yaitu:
Aku-Chairil Anwar
KarawangBekasi- Chairil Anwar
Doa (kepada pemeluk teguh)- Chairil Anwar
Diponogoro- Chairil Anwar
d. Kembangkan Katamu
Tempat lomba : Aula
Tiap kelas diberikan waktu 2 menit untuk tampil, wakil dari tiap kelas sebanyak 2 orang. Lalu pada perlombaanya panitia memberikan sebuah kata dasar kepada peserta 1 lalu Peserta satu menyampaikan kata yang berhubungan dengan kata dasar yang diberikan dan Peserta 2 menebaknya.
Pilihan Puisi-Puisi untuk Lomba membaca Puisi Bulan Bahasa.
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)
Budaya, Th III, No. 8, Agustus 1954
Pilihan Puisi-Puisi untuk Lomba membaca Puisi Bulan Bahasa.
Aku-Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
DOAkepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)
Budaya, Th III, No. 8, Agustus 1954
Tidak ada komentar:
Posting Komentar